I wish I were more powerful,
So I don’t have to blame myself for getting so weak,
I have been telling myself that it was over,
It just over right there, with no place to see it continues,
I have believed that it was the very best,
The very best way to get through,
I have been through the deepest pit and I was able to get out safely,
I was able to smile again with my own strength,
I was so strong so I can wipe up all the fears surrounding me,
Even when I found out that I was alone after I get out, I wasn’t afraid anymore,
I was thinking that if the destiny just happened right this, then it wants me to get to some other ways to reach the dream,
I told myself that I will not reach it if I’m about to stay on that deepest pit doing nothing,
Sabtu, 26 Juni 2010
Kamis, 24 Juni 2010
Smile (Dorama)
Judul : Smile (Su-ma-i-ru)
Tahun : 2009
Starring :
•Matsumoto Jun (di Gokusen 1 jd Sawada Shin; di Hana Yori Dango jd Tsukasa; di Bambino jd Ban Shogo).
•Aragaki Yui (di Dragon Zakura jd Yoshino Kousaka; di Code Blue jd dr.Shiraishi Megumi).
Plus Shun Oguri (di Gokusen 1 jd Uchiyama; di Conan Live jd Shinichi Kudo; di Hana Kimi jd Sano Izumi)
Tahun : 2009
Starring :
•Matsumoto Jun (di Gokusen 1 jd Sawada Shin; di Hana Yori Dango jd Tsukasa; di Bambino jd Ban Shogo).
•Aragaki Yui (di Dragon Zakura jd Yoshino Kousaka; di Code Blue jd dr.Shiraishi Megumi).
Plus Shun Oguri (di Gokusen 1 jd Uchiyama; di Conan Live jd Shinichi Kudo; di Hana Kimi jd Sano Izumi)
Post Exam Syndrome?!
At the time when all exams are gone for a while, right after enormous struggling weeks, what are we supposed to do?
Yep, time to refresh our mind!!!
But somehow -I don’t know why, even I have no idea why this thing may exist- there’s something I called post exam syndrome:
There goes when I suddenly awake from my sleep, take a look harshly at the clock, worrying about “Hey!! I haven’t study for the exam!!” before I realize how stupid I am at that time.
Another moment, in the joyful playing-game-time suddenly I am surprised by how late it is by staring at the clock with no blink, blaming myself for spending so many time to play when I should prepare myself for the exam, and soon I laugh at myself for being so silly.
Yep, time to refresh our mind!!!
But somehow -I don’t know why, even I have no idea why this thing may exist- there’s something I called post exam syndrome:
There goes when I suddenly awake from my sleep, take a look harshly at the clock, worrying about “Hey!! I haven’t study for the exam!!” before I realize how stupid I am at that time.
Another moment, in the joyful playing-game-time suddenly I am surprised by how late it is by staring at the clock with no blink, blaming myself for spending so many time to play when I should prepare myself for the exam, and soon I laugh at myself for being so silly.
20.55 WIB
(sebuah cerita masa clerkship)
23.25 WIB…………
Hujan yang mengguyur kota baru saja berhenti. Malam yang gelap akan membeku tanpa suara jika saja suara nafasku tidak begitu kasar dan keras. Aku baru saja berhenti menangis.
22.50 WIB…………
Kuletakkan tas punggungku begitu saja di kamar, lalu bersiap tidur. Bisa kudengar hujan yang mengguyur kota begitu lebat tanpa ampun. Entah mengapa, bagiku suara itu seperti mewakili air mata orang-orang yang tak kukenal nun jauh disana. Aku merasa begitu aneh ketika menemukan suara menyayat hati diantara gemuruh hujan. Dengan segera aku menutup telinga dan mengatakan dengan tegas pada diriku sendiri untuk berhenti berkhayal. Namun sebagaimanapun kututup telingaku, guyuran hujan yang keras menghantam atap menusuk-nusuk liang telingaku dengan bait-bait kesedihan yang berasal entah dari mana.
Aku tak lagi lelah, bahkan aku bertaruh segalon diazepam takkan bisa membuatku tidur saat ini. Aku sadar otakku sudah berteriak memintaku beristirahat, namun aku terus saja membelalakkan mata ke sekelilingku. Tembok-tembok dingin dan tumpukan handout diatas meja terus saja membisu tak peduli aku mencurahkan banyak perasaan lewat tatapanku. Perlahan, aku mendengar derik lain diantara suara guyuran hujan yang memekakkan. Aku menajamkan telinga, memilah diantara ribuan suara titik hujan dan menyadari bahwa derik itu sangat dekat denganku. Kusadari dengan kaget bahwa derik itu adalah suara napasku yang tersengal. Aku sedang menangis. Terus. Terus mengalir tanpa bisa dibendung.
Kupejamkan mataku. Kucoba menenangkan diri. Namun justru kegelapan dalam kelopak mataku membukakan layar-layar kenangan yang baru meninggalkanku. Semua kejadian diputar kembali di benakku, membuatku semakin merasa begitu bodoh karena tidak bisa mengendalikan diri. Detil-detil kejadian itu begitu jelas dan memuakkan, menjejalkan satu pertanyaan penting yang belum terjawab: “Berapa harga nyawa manusia?”
23.25 WIB…………
Hujan yang mengguyur kota baru saja berhenti. Malam yang gelap akan membeku tanpa suara jika saja suara nafasku tidak begitu kasar dan keras. Aku baru saja berhenti menangis.
22.50 WIB…………
Kuletakkan tas punggungku begitu saja di kamar, lalu bersiap tidur. Bisa kudengar hujan yang mengguyur kota begitu lebat tanpa ampun. Entah mengapa, bagiku suara itu seperti mewakili air mata orang-orang yang tak kukenal nun jauh disana. Aku merasa begitu aneh ketika menemukan suara menyayat hati diantara gemuruh hujan. Dengan segera aku menutup telinga dan mengatakan dengan tegas pada diriku sendiri untuk berhenti berkhayal. Namun sebagaimanapun kututup telingaku, guyuran hujan yang keras menghantam atap menusuk-nusuk liang telingaku dengan bait-bait kesedihan yang berasal entah dari mana.
Aku tak lagi lelah, bahkan aku bertaruh segalon diazepam takkan bisa membuatku tidur saat ini. Aku sadar otakku sudah berteriak memintaku beristirahat, namun aku terus saja membelalakkan mata ke sekelilingku. Tembok-tembok dingin dan tumpukan handout diatas meja terus saja membisu tak peduli aku mencurahkan banyak perasaan lewat tatapanku. Perlahan, aku mendengar derik lain diantara suara guyuran hujan yang memekakkan. Aku menajamkan telinga, memilah diantara ribuan suara titik hujan dan menyadari bahwa derik itu sangat dekat denganku. Kusadari dengan kaget bahwa derik itu adalah suara napasku yang tersengal. Aku sedang menangis. Terus. Terus mengalir tanpa bisa dibendung.
Kupejamkan mataku. Kucoba menenangkan diri. Namun justru kegelapan dalam kelopak mataku membukakan layar-layar kenangan yang baru meninggalkanku. Semua kejadian diputar kembali di benakku, membuatku semakin merasa begitu bodoh karena tidak bisa mengendalikan diri. Detil-detil kejadian itu begitu jelas dan memuakkan, menjejalkan satu pertanyaan penting yang belum terjawab: “Berapa harga nyawa manusia?”
kenapa koas bisa bersemangat?
selain hal-hal yang bisa menurunkan semangat seorang koas alias dokter muda, ada juga beberapa hal lain yang menaikkan semangat,
misal:
lingkungan yang mendukung,
terutama adalah lingkungan yang friendly, yang tidak hanya menempatkan koas sebagai'pekerja-yang-justru-harus-membayar-tapi-tidak-dibayar',
belum lagi jika diberi bonus omelan panjang,
hahaha
(ada saja kehidupan koas disana-sini),
justru sebenarnya hati seorang koas lebih mudah tergerak karena kebaikan hati, bukan karena kekuasaan ^^
lingkungan yang mendukung telah terbukti secara evidence based dapat meningkatkan minat dan semangat belajar dari koas loh...
misal:
lingkungan yang mendukung,
terutama adalah lingkungan yang friendly, yang tidak hanya menempatkan koas sebagai'pekerja-yang-justru-harus-membayar-tapi-tidak-dibayar',
belum lagi jika diberi bonus omelan panjang,
hahaha
(ada saja kehidupan koas disana-sini),
justru sebenarnya hati seorang koas lebih mudah tergerak karena kebaikan hati, bukan karena kekuasaan ^^
lingkungan yang mendukung telah terbukti secara evidence based dapat meningkatkan minat dan semangat belajar dari koas loh...
Rabu, 23 Juni 2010
kehidupan koas
kehidupan koas seperti ombak yang naik turun,
kadang semangat bisa membanjir seperti takkan pernah habis,
tak peduli sebesar apapun aral melintang tapi hidup koas alias dokter muda akan menjadi sangat SANGAT berwarna,
kadang semangat mencapai titik nol sampai bahkan untuk membuka mata pun sudah malas dilakukan,
setelah dipikir-pikir,
ada beberapa hal yang membuat hidup sebagai koas itu membosankan,
salah satunya, koas itu serba ga jelas. dibilang dokter ya belum, dibilang bukan dokter tapi labelnya dokter (meskipun ada embel2 'muda'-nya),
akibatnya, terjadi kerancuan antara ini seharusnya boleh diputuskan sama koas atau tidak,
misalkan yang terjadi di salah satu poli rumah sakit hari ini,
seorang koas (bukan saya) sudah siap-siap turun poli setelah lewat jam 1 siang, toh bukan kewajiban koas buat tetep stase di poli hingga melebihi jam 1,
dan toh sudah habis pasiennya,
baru timik-timik keluar, eh datang deh pasien satu,
masa ngga dikerjakan sih?
jadi, atas dasar fisiologisnya koas, dikerjakanlah pasien tersebut, dalam artian dianamnesis dan diperiksa,
dan,
ketemulah diagnosa dari pasien ini,
ketika koas ini menoleh ke sekeliling,
"loh?? mana ini dokter-dokternya??"
ternyata ga ada seorang dokter pun yang tersisa di poli tersebut,
nah lhooo??
kadang semangat bisa membanjir seperti takkan pernah habis,
tak peduli sebesar apapun aral melintang tapi hidup koas alias dokter muda akan menjadi sangat SANGAT berwarna,
kadang semangat mencapai titik nol sampai bahkan untuk membuka mata pun sudah malas dilakukan,
setelah dipikir-pikir,
ada beberapa hal yang membuat hidup sebagai koas itu membosankan,
salah satunya, koas itu serba ga jelas. dibilang dokter ya belum, dibilang bukan dokter tapi labelnya dokter (meskipun ada embel2 'muda'-nya),
akibatnya, terjadi kerancuan antara ini seharusnya boleh diputuskan sama koas atau tidak,
misalkan yang terjadi di salah satu poli rumah sakit hari ini,
seorang koas (bukan saya) sudah siap-siap turun poli setelah lewat jam 1 siang, toh bukan kewajiban koas buat tetep stase di poli hingga melebihi jam 1,
dan toh sudah habis pasiennya,
baru timik-timik keluar, eh datang deh pasien satu,
masa ngga dikerjakan sih?
jadi, atas dasar fisiologisnya koas, dikerjakanlah pasien tersebut, dalam artian dianamnesis dan diperiksa,
dan,
ketemulah diagnosa dari pasien ini,
ketika koas ini menoleh ke sekeliling,
"loh?? mana ini dokter-dokternya??"
ternyata ga ada seorang dokter pun yang tersisa di poli tersebut,
nah lhooo??
Langganan:
Postingan (Atom)