Rabu, 20 Agustus 2014

Quest 22: Brave

Siennra is one of the bravest people I have ever known. Yang benar saja? Hahaha, seperti sebagian besar manusia lain, maka saya pun tersusun atas kumpulan fearsworries, oksigen, plus, tentu saja, tanah. Pilihan ada di tangan saya, untuk terus terpaku dalam kenegatifan atau memutuskan untuk bergerak ke kutub positif.

Bukan hal mudah memang, apalagi dengan so many people stare at me like that I am the most saddened person in the world, haha :p

Lha terus kenapa? Saya sih ndak mau menganggap diri sebagai korban, dan saya ndak begitu peduli juga orang-orang mau menilai seperti apa. Toh saya juga tidak punya waktu, dan, tidak mau mengorbankan waktu, buat re-explaining. People may judge, hak mereka. Saya pun juga, punya judgement seperti mereka.

Tapi memang, saat saya benar-benar menarik diri dari komunitas untuk menenangkan diri, saat itulah saya tahu siapa yang cukup care untuk mencari saya. Waktu itu saya tidak berharap ditemukan, tapi syukurlah, saat saya membuka mata, saya tidak pernah sendirian.

Mau lari kemana? Tidak ada tempat lari. Mau menutup mata dan telinga seperti apa? Tidak akan pernah bisa, kecuali saya buta dan tuli secara harfiah. Tapi saya masih disini, di tempat dan posisi yang sama, peran yang sama, dengan mata dan telinga yang masih berfungsi, menandakan bahwa peran saya disini belum selesai. Masih ada banyak hal yang harus saya lakukan, apapun itu yang pernah terjadi pada saya.

Saya mungkin tidak se-brave yang dilihat banyak orang, apalagi setegar yang didefinisikan orang-orang terdekat saya, tapi saya cukup pede untuk bangga dengan logika yang saya punya. Saya bangga ketika logika saya bisa menopang saya untuk berdiri sedikit lebih tinggi daripada saya yang dulu.

Bohong banget kalau dibilang there is no lingering feeling,  well duh I do hate some parts of my past,  lha terus kenapa? Semua hal yang saya lakukan adalah setulus-tulusnya, sejujur-jujurnya. I never lied of being who I am, with all the similarities and differences. I was lost to fake-and-obviously-compelled similarities, and so what? Walaupun dunia tidak cukup peduli untuk bersaksi, Allah tidak pernah tidur. Cukuplah Ia yang tahu, cukuplah Ia yang menentukan.


I am brave enough to say that all that I ever care of is my world, and those who are parts of it. 

Minggu, 03 Agustus 2014

9 Years in Review: Tales of The Abyss


You are living your own life. Your memories are yours alone. Don’t deny them. You are here. (Tear to Luke) 

A beautiful story adalah kesan saya secara keseluruhan saat saya menyelesaikan acara nonton anime ini. Diangkat dari game berjudul sama (yang memang pernah saya mainkan) yang pertama kali dirilis pada tahun 2005, anime ini merangkum 70 jam perjalanan dalam game menjadi dongeng 600 menit.

To think this piece of trash is my replica?! I was robbed of my family and my home by this trash?! (Asch to himself)


---------------------------------------------------------------------------------------------------------

One Third Part of the Story Begins…

Planet Auldrant adalah dunia yang dihuni oleh makhluk hidup yang tersusun atas fonon (deskripsi fonon adalah frekuensi suara yang membedakan satu individu dan individu lain seperti fingerprint). Auldrant tersusun atas enam fonon dan satu fonon ketujuh (seventh fonon). Setiap manusia memiliki akses terhadap fonon, namun hanya sebagian kecil yang mampu menguasai seventh fonon. Selain fonon, kehidupan di Auldrant berjalan dengan tuntunan Score. Setiap orang dianjurkan untuk hidup sesuai dengan tuntunan Score agar mereka mendapatkan prosperity yang telah dijanjikan. Para seventh fonist (pengguna seventh fonon) mampu membaca seventh fonstone (Score bagian terakhir) yang dipercaya menyembunyikan rahasia terakhir mengenai planet Auldrant. Oleh karena itulah, kedua kerajaan besar di Auldrant: Kimlasca-Lanvaldear dan Malkuth tak pernah berhenti memperebutkan seventh fonist dan seventh fonstone.

Auldrant meyakini rahasia masa depan yang tercantum dalam Score tidak akan bisa dirubah, hingga suatu teknologi yang disebut fomicry merubah keyakinan tersebut…

Who am i? Why was I born?! (Luke to Van)


Fokus utama Tales of the Abyss adalah Luke fon Fabre, pewaris lini ketiga Kerajaan Kimlasca-Lanvaldear yang dibesarkan dalam kungkungan Fabre Manor sejak ia selamat dari penculikan oleh Kerajaan Malkuth. Akibat insiden penculikan tersebut, Luke kehilangan seluruh ingatannya (dan maksud saya semuanya, bahkan ia harus belajar bicara dan berjalan kembali sejak diselamatkan) atas sebab yang tidak diketahui. Dalam kehidupan serba dilayani dan awareness terhadap commoner yang sangat rendah, ia tumbuh menjadi bangsawan manja yang selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan. Satu-satunya hal yang menghibur Luke adalah sesi latihan pedang oleh tutornya, Van Grants.

Harapan Luke untuk keluar dari kehidupan membosankan pun terwujud saat Tear Grants menyusup masuk ke Fabre Manor untuk membunuh Van. Bukannya berhasil membunuh sasarannya, Tear justru tanpa sengaja menimbulkan hyperresonance dan membawa serta Luke bersamanya ke Tataroo Valley, wilayah Kerajaan Malkuth. Maka perjalanan Tear untuk membawa Luke pulang ke Fabre Manor pun dimulai…

Idiot. (Tear to Luke)