Salah satu hobi saya adalah tenggelam di balik
novel, jujur saja. Novel-novel pilihan saya adalah novel fantasi yang memuat
cerita tentang alternate universe dan
berhubungan dengan magic alias sihir.
Hehehe…
Sejak kecil, saya memiliki ketertarikan khusus
pada cerita-cerita yang mengedepankan
adanya unsur sihir-menyihir, sebut saja koleksi saya ketika kecil adalah
benda-benda yang saya yakini sebagai topi kerucut penyihir dan jubah penyihir
*nyengir*. Bagi saya, seru aja sih, memiliki kemampuan magis (tolong jangan
dibayangkan sebagai sihir tradisional yang bercat hitam macam santet dan
sebagainya yak…), bisa terbang di udara dengan naik sapu terbang dan sebagainya
*nyengir lagi*
Jadi jangan heran kalau koleksi novel saya 98%
akan memiliki korelasi terhadap sesuatu yang magikal dalam ceritanya…
Oh ya, just
to let you know, saya bukan penikmat Harry Potter. Saya sempat baca sampai
dengan novel keempatnya lalu mandeg. Kenapa? Terlalu dipanjang-panjangin, saya
jadi bosan, belum lagi biaya yang luar biasa besar untuk beli satu novel Harry
Potter yang bisa saya pake beli novel serupa yang tidak kalah seru atau bahkan
lebih seru *ups, ini pendapat pribadi lho*
---
Novel ini adalah seri novel pertama yang saya
punya, dan kalau boleh dikatakan, merupakan salah satu novel tertua yang saya
punya. Judulnya adalah The Bartimaeus Trilogy, karangan Jonathan Stroud, yang
diterbitkan di Indonesia pada tahun 2007. Novel ini menjadi satu-satunya novel
yang bisa membuat saya harus menahan rasa pingin jejingkrakan di toko buku saat
rilis, dan juga merupakan satu-satunya novel dengan ending (di jilid ketiga)
yang bisa membuat saya banjir air mata dan merasa mencelos saat membacanya.
Btw, dalam cerita magis kali ini, diceritakan
bahwa penyihir sebenarnya tidak memiliki kekuatan sama sekali, tapi
melaksanakan sihirnya melalui bantuan makhluk halus yang secara umum disebut demon. Penyihir harus mengikat demon yang dipanggilnya (summon) dalam pentakel yang
melindunginya dari kekuatan mahabesar yang dimiliki si demon.
Kekuatan penyihir dinilai dari seberapa banyak dan seberapa
besar kekuatan entitas yang ia panggil. Semakin lama demon terikat di Bumi, ia akan semakin kesakitan dan mendekati
kematian, karena itulah setiap demon
menganggap pemanggilannya ke dunia adalah perbudakan. Namun mereka tidak kuasa
melawan penyihir, yang walaupun tidak berkekuatan, tapi dapat menaklukkan
mereka dengan sejumlah mantra.
Satu-satunya yang dapat melindungi demon dari siksa sang master adalah
pengetahuan mereka terhadap nama lahir dari penyihir (yang biasanya
disembunyikan oleh penyihir bersangkutan).
Yah, kira-kira begitulah sebagai
prolognya.
Buku
Pertama: The Amulet of Samarkand.
Buku ini bercerita tentang keinginan seorang
murid penyihir bernama lahir Nathaniel untuk diakui oleh komunitas penyihir.
Setelah dibuang oleh orang tuanya, Nathaniel menjalani hidup sebagai apprentice dari seorang penyihir senior
bernama Arthur Underwood. Nathaniel terlibat insiden ‘kecil’ dengan seorang
penyihir berpengaruh bernama Simon Lovelace dan ia pun berniat balas dendam
pada Lovelace.
Yah, sebenarnya, karena Nathaniel masih bocah,
ia hanya berniat sedikit usil dengan mencuri salah satu artefak berharga milik
Lovelace, yaitu Amulet Samarkand dengan cara memanggil jin bernama asli
Bartimaeus sebagai budaknya.
Dengan julukan Sakhr-Al-Jinni, Bartimaeus
merupakan salah satu jin kuno berusia 5000 tahun yang terkenal akan
kepiawaiannya terhindar dari berbagai macam ‘nasib buruk’ dan (kasih bold
italic underline nih!) kepiawaiannya memuntahkan sejuta macam usaha untuk
membuat sebal siapapun yang pernah bertemu dengannya, termasuk Nathaniel.
Seakan
belum cukup buruk berurusan dengan jin super cerewet ini, Bartimaeus tanpa
sengaja mengetahui nama lahir sang penyihir muda (pemanggilan jin tidak
disertai dengan perkenalan antara jin dan penyihir, apalagi tuker-tukeran nama
dan nomor hape :p) dan menggunakan nama tersebut sebagai pembalik mantra
Nathaniel sehingga Nathaniel tidak bisa menghukum Bartimaeus yang super
slengek’an dengan cara apapun.
Lucu ya sejauh ini? Yah memang sih, selera
humor Bartimaeus yang sarkastik tapi fresh
akan membuat novel ini jadi ringan. Tapi masalahnya, Nathaniel (dan Bartimaeus,
pada awalnya) tidak menduga bahwa ada rahasia besar yang terkandung di balik
Amulet Samarkand. Akibatnya? Sang penyihir muda dan jinnya pun terlibat dalam
arus peperangan makhluk halus, nyaris dibunuh oleh kelompok pemberontak
pemerintahan (Resistance) dan
terjebak kejar-kejaran dengan pembunuh haus darah.
Buku
Kedua: The Golem’s Eye
Buku ini bercerita tentang kehidupan Nathaniel,
yang kini berganti nama menjadi John Mandrake, sebagai bagian dari pemerintahan
Inggris. Dalam usianya yang masih belia, ia telah menjadi apprentice yang bersinar dari salah satu menteri paling berpengaruh
di pemerintahan, Jessica Whitwell.
Dalam kegemilangannya, karir Mandrake terjegal
kegiatan Resistance. Akhirnya,
bertentangan dengan sumpahnya, ia terpaksa memanggil kembali Bartimaeus,
lengkap satu set dengan sejuta sifat buruknya. Berita ‘baik’nya, belum selesai
dengan urusan Resistance, Mandrake kembali terjegal oleh kemunculan Golem di
kota London.
Mandrake dan Bartimaeus pun kembali
bersinggungan jalan dengan Kitty Jones, pemimpin Resistance yang juga merupakan
salah satu dari sedikit anggota Resistance yang selamat setelah merampok makam
Gladstone (penyihir terpenting dalam sejarah Inggris). Kitty telah mencuri
Tongkat Gladstone dan tanpa sengaja melepaskan afrit (ifrit, kalau bahasa
Inggrisnya) Honorius ke dunia bebas.
Ketamakan Mandrake atas kekuasaan dan sifat
paranoidnya yang tumbuh pesat membuat Bartimaeus merasa (kalau bahasa
Bartimaeus sih) jijik. Mandrake dan Kitty juga terlibat ‘baku hantam’, baik
secara harfiah maupun tidak, segera setelah Mandrake menemukan gadis tersebut.
Mandrake pun akhirnya terjebak dalam situasi hidup dan mati saat ia
dikejar-kejar Honorius, gagal mengendalikan Tongkat Gladstone dan berada dalam
belas kasihan sang Golem. Siapakah yang pada akhirnya menyelamatkan Mandrake?
Sampai pada batas manakah loyalitas Bartimaeus sebagai budak Mandrake, dan
sampai batas manakah kekeraskepalaan Kitty dapat dipertaruhkan?
Buku
Ketiga: Ptolemy’s Gate
Buku ini bercerita tentang masa lalu
Bartimaeus, pencarian jati diri Mandrake dan keinginan terselubung Kitty. Mandrake
yang paranoid karena pengetahuan Bartimaeus terhadap nama lahirnya, memaksa
sang jin menjadi budaknya selama dua tahun tanpa diberi kesempatan
beristirahat. Karir Mandrake yang melesat cepat merupakan hasil ‘pengorbanan’
Bartimaeus yang tiada henti.
Kekuatan Mandrake yang semakin besar memberikan
sang penyihir kemampuan untuk memanggil banyak jin berkekuatan besar secara
bersamaan dan menghilangkan hak prerogatif Bartimaeus sebagai satu-satunya jin
milik Mandrake (baca: Bartimaeus jadi kehilangan nyaris semua kesempatan
berekspresi dengan selera humornya yang mengguncang langit).
Sementara itu,
Kitty yang menyadari kebutaannya terhadap sihir, melakukan riset terhadap sihir
dan menemukan bukti tentang masa lalu Bartimaeus serta hubungan sang jin dengan
penyihir Mesir yang hingga kini masih memiliki hati sang jin, Ptolemy.
Setelah insiden dimana Bartimaeus nyaris tewas,
Mandrake memutuskan untuk membebaskan Bartimaeus. Namun dengan segera ia
menemukan bahwa sang jin dipanggil oleh ‘penyihir lain’ dan tidak merespon
pemanggilannya. Hampir disaat bersamaan, Mandrake bertemu kembali dengan Kitty
dan kembali terlibat pertengkaran sengit dengan mantan pemimpin Resistance
tersebut.
Masih dibutakan oleh kehausan atas kekuasaan
dan paranoia tingkat tinggi, Mandrake kembali mengirim Bartimaeus menuju misi
berbahaya segera setelah sang jin dapat ia kuasai kembali, tanpa memerdulikan
‘kesehatan’ Bartimaeus. Namun, sepeninggal sang jin tukang gosip itu, Mandrake
dan Kitty justru terlibat pemberontakan demon
terbesar sepanjang sejarah.
Tanpa perlindungan Bartimaeus dan di tengah-tengah
pembantaian besar-besaran yang dilakukan demon
terhadap manusia, mampukah Mandrake bertahan hidup? Dan sekali lagi, sampai
dimanakah kekerasan hati Kitty bertahan
saat para penyihir yang dibencinya kini mati satu demi satu di depan matanya?
Dan saat Bartimaeus pada akhirnya memiliki kebebasan untuk memilih lagi setelah
2000 tahun berlalu, maukah dia kembali untuk menyelamatkan ‘Nathaniel’ yang
telah dibencinya selama bertahun-tahun?
Terakhir, adakah master yang akhirnya
dapat menyamai rasa cinta Bartimaeus terhadap Ptolemy? Jawabannya… ah, ini lho,
tisu…
Spin-off:
The Ring of Solomon
Buku ini bercerita tentang kehidupan
Bartimaeus, jin berusia 2000 tahun pemilik ejekan terbanyak di seluruh dunia. Gara-gara
melakukan kesalahan ‘kecil’ (baca: menelan masternya hidup-hidup), Bartimaeus
kini menjadi budak dari Khaba, salah satu penyihir berbahaya kepercayaan
Solomon, sang raja Jerusalem.
Pada saat itu, daratan Arabia dikuasai oleh
Solomon dengan bantuan Cincin magis yang mampu menjadi portal yang memungkinkan
Solomon memanggil sebanyak mungkin demon
ke muka bumi. Arabia pun mematuhi Solomon karena campuran rasa takut dan
kekaguman.
Setelah nyaris tanpa sengaja melempar batu
berukuran raksasa ke kepala Solomon, Bartimaeus dan kompi jinnya kini dikirim
untuk menangani pembantaian di jalur perdagangan Jerusalem. Sang jin pun
akhirnya bertemu dengan Asmira, satu-satunya yang selamat dari pembantaian.
Menyembunyikan niat aslinya, Asmira berhasil membujuk Khaba untuk membebaskan
Bartimaeus sebagai balasan atas nyawanya yang diselamatkan sang jin. Namun
dengan segera, Asmira menyadari bahwa Khaba berkhianat dan ia pun ‘merebut’
Bartimaeus untuk dipekerjakannya sendiri. Tugas pertama Asmira untuk Bartimaeus
adalah: membunuh Solomon dan merebut Cincin Solomon untuk dibawa ke Ratu Sheba.
Walaupun memiliki karir tak terpatahkan selama
2000 tahun, Bartimaeus harus terlibat kucing-kucingan dengan puluhan demon berkekuatan besar yang menjadi
pelindung Solomon sambil melindungi
Asmira. Dalam sekejap, Jerusalem menjadi tempat pertempuran untuk memperebutkan
Cincin Solomon. Tapi adakah yang cukup jeli untuk mengetahui kenyataan tentang
Solomon sendiri?
---
Kelebihan dari cerita ini berasal dari personalisasi
tokoh-tokoh sentralnya yang unik, yaitu Bartimaeus, Nathaniel (John Mandrake), Kitty
Jones, juga Asmira, kalau mau melihat spin-off-nya.
Nih sedikit review tentang betapa bertentangannya mereka:
Bartimaeus
Bartimaeus adalah jin yang mengalami masa jaya pada
2000 tahun sebelum dipanggil oleh Nathaniel. Ia adalah jin tingkat menengah
dengan sejuta keberuntungan, yang menyebabkan dia selalu mampu berkelit dalam
situasi berbahaya dan masih hidup hingga 5000 tahun lamanya.
Kelebihan utama (atau kelemahan?) Bartimaeus
ada pada kemampuannya untuk membuat semua orang sebal terhadapnya. Ia memiliki
persediaan ejekan yang tiada habis, dan tidak terlalu memperdulikan hukuman
yang diterimanya dari penyihir akibat lidahnya yang tak bertulang (kalau dia
punya lidah sih). Kelebihan utamanya ini sebenarnya ditunjang dengan
kecerdasannya yang (kalau saya boleh menyimpulkan) sangat tinggi dibandingkan demon lainnya. Bartimaeus menggunakan
kecerdasannya ini untuk mengakali siapa saja, menyabet kesempatan apa saja dan
melenggang santai setelahnya (aduh… ketularan gaya bahasa Bartimaeus ini
sepertinya, maafkan… ).
Namun demikian, Bartimaeus memiliki sisi lembut
yang hanya ditunjukkan pada Ptolemy. Loyalitas Bartimaeus terhadap Ptolemy
adalah yang tertinggi, sampai ke taraf kesediaan Bartimaeus mengorbankan diri
untuk sang penyihir. Alasannya? Ada tuh di Ptolemy’s
Gate ^^
Bartimaeus ini memiliki banyak nama, misalkan
Sakhr-Al-Jinni, N’gorso, dan yang spesial untuknya adalah Rekhyt, nama yang
diberikan Ptolemy. Selain Ptolemy, Bartimaeus menganggap rendah manusia dan
terutama, pernyihir. Ia tanpa sengaja mengetahui nama lahir Mandrake, yaitu
Nathaniel, dan ini (sedikit) menyejajarkannya dengan sang penyihir muda.
Bartimaeus membenci Nathaniel, seperti halnya ia membenci penyihir lainnya, dan
selalu mencari kesempatan untuk menjatuhkan sang master.
Nathaniel
(John Mandrake)
Sebagian besar buku pertama akan menyebutkan
Nathaniel, sebagian besar buku kedua akan menyebutkan Mandrake, dan buku ketiga
membagi keduanya nyaris hampir sama. Nathaniel memiliki masa kecil yang
menyedihkan, dimana ia dijual oleh kedua orang tuanya karena alasan ekonomi. Ia
tumbuh menjadi bocah tertutup dan tidak pernah bergaul dengan sesamanya.
Nathaniel memiliki kehausan luar biasa terhadap
ilmu pengetahuan, dan hal ini ditunjang dengan otaknya yang encer. Namun
demikian, master penyihirnya yang skeptis tidak mengakui kehebatan Nathaniel
dan hal tersebut membuat sang bocah frustasi. Puncak rasa frustasi Nathaniel
tumpah menjadi pemanggilan terhadap Bartimaeus dan pencurian Amulet Samarkand,
yang membuka cerita trilogi ini.
Dengan menggunakan nama John Mandrake,
Nathaniel mengunci diri aslinya yang rapuh dan kesepian. Setelah lepas dari
master pertamanya, ia tumbuh menjadi remaja jenius yang disegani di kalangan
penyihir. Mandrake menjadi kesayangan Perdana Menteri dan dengan mudah
mengungguli orang-orang yang meremehkannya di masa lalu.
Namun, seperti halnya remaja lainnya, Mandrake
terus terhubung dengan keinginannya untuk mencari tempat yang terbaik untuknya.
Ia ingin aman, ingin diakui serta ingin
berkuasa, dan efek sampingnya ia menjadi paranoid.
Mandrake membenci Bartimaeus, namun mengakui
bahwa jin tersebut merupakan jin paling efektif yang pernah ia miliki, dan juga
satu-satunya jin yang mengetahui nama lahirnya, sehingga ia selalu
mempergunakan Bartimaeus dengan sangat hati-hati. Sedangkan hubungan Mandrake
dan Kitty, hmm… seperti simbiosis parasitisme. Mandrake sangat memandang rendah
Kitty, dan didukung dengan kekalahan-kekalahan telaknya melawan sang pemimpin
Resistance, ia pun juga membenci Kitty.
Sedikit kontras dengan kebencian demi kebencian
yang menumpuk dalam hati Mandrake, ia merupakan remaja cerdas dengan tingkat
kepercayaan diri jauh diatas rata-rata. Ia memiliki kemampuan menganalisis
situasi seperti halnya Bartimaeus, yang makin terasah seiring ia dewasa, namun
hal tersebut justru sering menempatkannya pada situasi hidup dan mati, sambil
membawa-bawa sang jin, tentunya. Kalau menurut saya, kelemahan terbesar dari
Mandrake justru adalah diri kecilnya yang bernama Nathaniel…
Kitty
Jones
Berbeda kontras dengan Mandrake, Kitty adalah commoner, manusia biasa yang tidak
dikaruniai kemampuan menyihir. Karena sebuah insiden yang nyaris membuatnya
terbunuh, ia menemukan bahwa dirinya memiliki kemampuan bertahan terhadap
sihir. Kitty menggunakan kemampuan tersebut untuk membangun Resistance,
kelompok kecil berisi orang-orang dengan ‘kelebihan’ serupa dengan dirinya
untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah.
Sudut pandang Kitty yang dipenuhi
ketidakpercayaan terhadap penyihir semakin kuat ketika kelompok Resistance-nya
dibantai oleh Honorius, namun juga memberikan pemahaman pada Kitty tentang
ketidakberdayaan yang ia miliki. Pertemuannya dengan Bartimaeus saat keduanya
berada dalam kuasa Mandrake mengawali keingintahuan Kitty terhadap Dunia Lain,
dunia asal para demon.
Kitty memiliki kemauan keras dan tidak mudah
dibantah, sekalipun oleh Mandrake. Persamaannya dengan Mandrake adalah bahwa
keduanya sama-sama mengalami perlakuan tidak adil bertubi-tubi di masa muda
mereka. Kitty, yang tidak seberuntung Mandrake memiliki kualitas gabungan
antara keras kepala dan kemampuan survival
yang hebat.
Ia tidak pernah sungguh-sungguh menampilkan
emosi aslinya di depan orang lain. Kitty menggunakan topeng kepribadian yang
bermacam-macam sehingga dapat membaur dengan banyak orang, terutama setelah ia
kehilangan hampir seluruh anggota Resistance-nya.
Asmira
Tokoh yang hanya muncul di Ring of Solomon ini di benak saya mirip dengan gambaran Kagura
Mikazuchi di Fairy Tail. Asmira cerdas, memiliki keberanian tinggi dan
loyalitas yang tak perlu dipertanyakan. Ia merupakan prajurit terbaik yang
dikirim oleh Ratu Balkis, penguasa Sheba untuk membunuh Raja Solomon di
Jerusalem.
Asmira dikaruniai kemampuan tinggi dalam
pertahanan diri, termasuk terhadap demon (dengan
bersenjatakan perak), dan juga memiliki kemampuan memanggil makhluk halus,
seperti halnya pendeta matahari yang lain. Loyalitas Asmira digambarkan sebagai
blindfold yang mencegah Asmira
bertindak rasional dan menggunakan akal sehat (ini kata Bartimaeus lho).
Agak sulit juga mendeskripsikan Asmira, tapi
yang jelas, dia mengalami perubahan kepribadian yang cukup drastis dari orang
berpikiran tertutup menjadi jauh lebih bijaksana, tanpa mengurangi keberanian
yang sudah ia miliki sejak awal.
---
In My Eyes:
Phew, kalau boleh dibilang, versi The Ring of Solomon adalah yang paling
‘ceria’ diantara keempat buku diatas. Boleh dibilang juga, selera humor
Bartimaeus dalam buku tersebut jauh lebih ‘mengerikan’. Kalau triloginya sudah
membuat saya ngakak sambil geleng-geleng kepala keheranan dengan ide cemerlang
Bartimaeus, boleh dibilang si spin-off
ini membuat saya gegulingan sambil berjuang berhenti tertawa. Boleh dibilang
lagi sih, kalau The Ring of Solomon
merupakan obat yang mujarab setelah kisah trilogi yang rilis sebelumnya.
Emangnya kenapa dengan kisah triloginya?
Hahaha, saya tidak mau komentar di bagian ini.
Kisah trilogi Bartimaeus merupakan campuran
yang tidak sederhana dari intrik dan humor. Sisi lucu dan sisi dark berjalan beriringan dengan
kecepatan yang sama, menjadikannya cerita yang memiliki kemampuan untuk bermain
dengan emosi pembacanya. Dalam satu titik, kita akan disuguhi kepolosan
Nathaniel yang berubah menjadi ketamakan Mandrake, di titik lain kita disuguhi
kekeraskepalaan Kitty, dan di titik lain kita disuguhi luka masa lalu dan
kebencian Bartimaeus. Tapi, di sisi lain kita akan menemukan kekonyolan
perilaku Nathaniel (dan juga Mandrake sih), dan yang mendominasi kocokan
lambung, humor ngejleb Bartimaeus.
Menurut saya, buku yang paling seru adalah buku
ketiga dari trilogi ini. Selain memberikan konklusi dari cerita luar biasa ini,
buku ketiga juga sarat dengan pertentangan batin dari masing-masing tokoh utama
(ini mencakup Bartimaeus lho) dengan tanpa melupakan humor sama sekali. Ending…
ah, bagaimana saya menjelaskan ya? Sudahkah saya bilang bahwa saya banjir air
mata saat pertama kali membacanya? Eniwei, banjir air mata ini masih terjadi
setiap saya membaca kembali bagian endingnya ini (setelah agak lama tidak
membaca tentunya).
Cerita ini jelas fiktif, jelas tidak masuk
akal, jelas hanya imajinasi, jelas tidak mungkin jadi nyata, dan jelas-jelas
lumayan panjang untuk diikuti. Tapi novel ini punya daya tarik kuat yang
memungkinkan pembacanya untuk tersedot masuk ke dalam dunia yang dihuni
Bartimaeus dan Nathaniel. Deskripsi yang detil dan gaya bahasanya yang unik
mengajak kita memvisualisasi apa-apa yang sedang disaksikan Bartimaeus,
Nathaniel, Kitty, dan juga Asmira.
Kekuatan lain dari serial ini adalah kemampuan
sang pengarang menghubungkan kehebatan Bartimaeus dengan berbagai sejarah lama,
baik di Mesir, Praha, dan Yunani. Sebut saja Tembok Besar Praha (Prague Great
Wall), tenggelamnya Atlantis, juga cerita Nefertiti dan Sphinx. Deskripsi
hubungan Bartimaeus dengan Jerusalem, Asiria, Babilonia dan Sheba juga muncul lumayan
mendetil. Berubahnya aliran sungai Mesopotamia dan Legenda Minotaur juga jadi
bagian deskripsi karir Bartimaeus di novel ini. Menurut saya, yang paling
fantastis adalah cerita tentang Solomon dan Cincin Magis yang ia gunakan.
Termasuk kemampuan Cincin memanggil ribuan entitas makhluk halus, penolakan
lamaran Solomon, deskripsi perjalanan Ratu Balkis dari Sheba yang singkat tapi
akurat, dan istana Solomon yang memang
mirip dengan cerita yang sudah pernah saya dengar sejak kecil.
Ya tentu saja lah, semua itu merupakan parodi,
tapi tetap saja, kemampuan Jonathan Stroud menggabungkan kesemuanya itu kedalam
satu kepribadian bersejarah yang ia namai Bartimaeus merupakan sesuatu yang
patut diacungi jempol. Kemampuan parodi ini membengkak ke arah yang hebat dan
memberikan jaminan ngakak guling-guling pada spin-off dari trilogi ini, The
Ring of Solomon.
Oke, sekarang kita beranjak ke *ehm* kelemahan
dari novel ini. Novel ini disampaikan dalam tiga POV (point of view), yaitu dari Bartimaeus sendiri, Nathaniel dan Kitty
(dan pada Ring of Solomon terdapat
POV Asmira). Dengan kepribadian ketiganya yang lumayan (sangat) berbeda, maka
sepertinya POV-POV tersebut akan memiliki fans sendiri-sendiri.
Yah, jujur saja sih, berhubung saya adalah
orang berkepribadian ceria *halah* maka membaca POV dari Kitty, walaupun
menarik, namun tidak semenarik POV Bartimaeus dan Nathaniel. POV Kitty mulai
muncul di buku kedua, The Golem’s Eye,
dan jujur saja, saya baru benar-benar tertarik dengan POV Kitty di setengah
akhir buku ketiga.
POV favorit saya, jelas saja, POV Bartimaeus,
yang banyak mengandung catatan kaki alias footnote
yang informatif dan konyol sekaligus. Biasanya pada catatan kaki, sang jin akan
membeberkan penjelasan tentang apa yang sedang ia bicarakan, biasanya sambil
disertai dengan narsisme tingkat tinggi dan sikap merendahkan terhadap manusia.
Lucunya, cara penyampaian Bartiameus yang blak-blakan malah membuat saya betah
membaca POV miliknya.
POV Nathaniel sedikit lebih kelam dari POV
Bartimaeus, dan penuh dengan segala macam hal manusiawi, seperti misalnya rasa
frustasi, rasa takut, dan kepercayaan diri yang naik turun. Tapi justru
pertentangan internal antara Mandrake dan Nathaniel menurut saya menarik. POV
yang juga saya suka adalah POV Asmira, yang penuh dengan petualangan, mulai
dari Sheba sampai di punggung Solomon. Personally,
saya suka personalisasi Asmira dan perubahan cara pikir yang ia alami selama ia
bersama Bartimaeus :)
Heh? Kok sudah panjang? Well, that’s it. Saya sih, merekomendasikan novel ini untuk yang
menyukai bacaan berbobot dan penuh cerita historis, tanpa membuang unsur humor
dan sarkasme unik. Unsur psikologis sebenarnya juga cukup menonjol jadi bisa
deh saya rekom untuk penyuka serial yang mengeksplor kepribadian
tokoh-tokohnya. Yang suka cerita action,
deskripsi aksi Bartimaeus dkk di novel ini sangat detil, jadi saya rekom juga. Untuk
penyuka cerita ringan, saya menyarankan The
Ring of Solomon sebagai pilihan, tapi saya pikir cerita triloginya juga
ndak berat-berat amat kok jadi bisa lah saya rekom keempat-empatnya, hahahaha
*gak konsisten*
Intinya, cerita Bartimaeus memiliki aura yang
berbeda diantara sekian banyak tebaran cerita yang merupakan hibrida dari magis,
action dan petualangan. Sayang untuk
tidak dibaca, dan sayang untuk tidak segera diangkat ke layar lebar *whooooiii… yang
merasa produser, whoooooiiii! Ayolah cepetan dirilis movienyaaa*
---
dan saya masih menunggu kabar rilis movie ini, hohoho ^^