Di sore hari yang hujan deras tadi, seseorang menelepon saya,
Setelah memperkenalkan diri, singkatnya beginilah percakapan kami:
Penelepon: "Dokter, malam ini praktek tidak?"
Saya: (berhubung malam ini memang ada acara) "Maaf Bu, sepertinya kok malam ini saya tidak praktek. Ada apa Bu?"
Penelepon: "Ini, saya mau mintakan surat buat suami saya,"
Saya: (mulai merasakan tanda bahaya) "Surat apa ya?"
Penelepon: "Surat dokter buat tidak masuk kerja,"
Saya: (keheranan, kok tidak langsung bilang 'suami saya sakit' tapi menyebut 'surat' duluan?) "Lho, Pak A sakit?"
Penelepon: "Ndak sih dok... Tapi hari ini cutinya habis, maunya sih besok biar libur sekalian sampai hari Minggu,"
Saya: (dalam hati bicara: "Alarm tanda bahayaku masih joss ternyata,")
'Surat Dokter' yang dimaksud oleh penelepon diatas tak lain dan tak bukan adalah 'Surat Keterangan Sakit', yang biasa dibuat oleh dokter sebagai permohonan atas nama pasien agar pasien yang bersangkutan diperbolehkan tidak beraktivitas karena kondisi kesehatannya kurang mendukung, atau aktivitas biasa dapat membahayakan pasien.
Sebagai dokter, kami banyak dihadapkan dengan kenyataan seperti ini.
Pada kasus saya diatas, saya dihadapkan pada dua hal, yaitu ikatan Sumpah Dokter dan rasa persaudaraan dengan si Penelepon (karena kebetulan saya kenal cukup baik).
Pada akhirnya jelas, saya menolak dan berhubung si Penelepon ngengkel, saya persilakan dia mencari dokter lain,
*hehe... buat teman sejawat yang ternyata menjadi tujuan beliau berikutnya, hehe... semangat yaa..*
Sok suci?
Bukan.
Saya menolak karena dari awal dia sudah memberikan kesan 'nggampangno' (eh, bahasa Indonesianya nggampangno apa yak? Oh.. ya... menyepelekan!).
Surat Dokter dan Dokter.
Dan saya sebagai dokter yang dia tuju.
Simak saja percakapan kami selanjutnya setelah si Penelepon ngengkel selama beberapa lamanya:
Saya: "Maaf Bu, kalau memang njenengan berpendapat begitu, monggo ke dokter lain saja ya..."
Penelepon: "Tapi kan dokter lain belum tentu mau Dok..."
Saya: (dalam hati: "Lha ini tadi apa kubilang diriku mau?" sambil keluar keringat di kepala model anime)
Hehehehe, lucu juga kalau mengingat-ingat lagi kejadian sore tadi ^ ^;
Intinya saya berhasil juga menolak permintaan tersebut.
Salah satu alasan terkuat adalah karena sebagai dokter, kami terikat Sumpah Dokter, dimana kami mempertaruhkan kehormatan kami dalam pelaksanaan profesi dokter,
Kalau, kalau lho ya... Kalau saya memberikan surat keterangan pada yang tidak berhak, yah... silakan dibaca sendiri deh Sumpah Dokter tersebut dan disimpulkan sendiri ya :)
Yakin sekali, bukan hanya saya yang mengalami hal ini,
Banyaaaaaaaaaak sekali sejawat yang juga mengalami kondisi tersebut, dan memang pada akhirnya semua itu kembali ke masing-masing orang,
Saya yakin, setiap dokter pasti pernah berhadapan dengan kondisi seperti ini,
Dan masing-masing punya cara mengatasi sendiri-sendiri juga :)
Setiap orang berhak menyatakan dirinya sakit.
Setiap orang berhak meminta Surat Sakit.
Tapi,
Setiap dokter juga berhak menolak membuatkan Surat Sakit,
(hehehe... iya dong, kan sama-sama hak asasi juga tuh, malah wajib buat seorang dokter menolak pembuatan surat keterangan yang 'tidak seharusnya' seperti itu)
Lagipula,
Kalau memang tidak sakit, kenapa sih pura-pura sakit,
Ntar kalo sakit beneran gimana?
#eh
setuju bangt siennra, iya lha wong ga sakit kok mau sakit sakit beneran gimana, salut dengan siennra, saa, dhiyan dan rian ^^, cemungud ea ^^
BalasHapussering banget dengerin sumpah dokter pas liputan :) dengerin aja berat, apalagi yang ngucapin. Sikap yang tepat.
BalasHapusSaya juga pernah ngalaminnya dok, dimintai surat krn si anak blm pulang ke amalang, sementara jdwal liburan sdh habis, yg ndak habis fikir lho ortunya iyu guru... akhirnya ya kita lumayan diskusi ttg peraturan sekolah, alhamdulillahnya akhirnya dia sadar dan bilang: "peraturan tetap peraturan ya dok, ndak bs di langgar"
BalasHapus@ari: kadang emang berat juga sih ri, tp alhamdulillah sejauh ini hal-hal kayak gitu bisa diselesein,
BalasHapuspaling efek sampingnya gak mau datang ke saya lagi, hehehe :D
@rian: lho kalo pas sumpah dokter rian sering ngeliput kah?
hehe... abot yo... :p
@saa: wah tidak fandang bulu itu brati, untung akhirnya bisa dikasi pengertian ya :)